Pendidikan Lingkungan merupakan suatu kegiatan untuk mengenalkan lingkungan yang bisa berupa sawah, sungai, pekarangan rumah, hingga hutan (hutan kota dan hutan alam), dengan harapan untuk menciptakan rasa kepedulian kepada lingkungan, khususnya lingkungan disekitar kita. Pada kesempatan kali ini, Mahasiswa Fakultas Kehutanan memberikan ilmu pengetahuannya kepada anak - anak usia dini. Anak usia dini ini tergabung dalam PAUD Patangpuluhan, Yogyakarta. Tujuannya agar sejak dini anak-anak bisa mempunyai rasa memiliki terhadap lingkungan sekitar, sehingga ikut menjaga atau bahkan melestarikan lingkungan. Semoga dengan kegiatan ini, bisa memicu semua pihak untuk lebih sadar terhadap lingkungan #saveforest
Minggu, 27 Maret 2016
Senin, 14 Maret 2016
Di jawa tengah sendiri memiliki sekitar dua puluh tiga gunung, yang di antaranya sering terjadi kebakaran. Gunung- gunung yang sering terjadi kebakaran hutan di antaranya adalah merbabu, ungaran, sindara, slemet,sumbing, dan merapi. Dimana kebakaran itu terjadi sangat luas dan sulit dipadamkan. Daerah gunung maupun pegunungan merupakan kawasan penyangga yang terdapat hutan lindung maupun taman nasional. Namun sayangnya kawasan ini juga tidak lepas dari ancaman kebakaran hutan. Tidak perlu terlalu jauh melihat, di Jawa Tengah saja hampir semua pernah terbakar.
- Pada 2011 dan 2014, insiden kebakaran hutan melanda Gunung merbabu menerjang ratusan hektare lahan. Sementara pada tahun 2015 terbakar 25 hektare.
- Pada September 2012, sedikitnya sebanyak 7,5 hektar kawasan hutan di puncak Gunung Andong, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah terbakar.
- 26-29 Agustus 2015, kebakaran di lereng Merapi melanda Blok Genthong, Desa Ngablak, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang Jawa Tengah.
- Sebelumnya tanggal 17-19 Agustus lalu, di kawasan Blok Tempel, Desa Ngargosuko, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah. Perkiraan sementara lahan terbakar 20-30 hektare.
- Kebakaran melanda salah satu puncak Gunung Ungaran, Kabupaten Semarang, mulai dari Minggu (23/8/2015) malam hingga Senin (24/8/2015). Luas lahan yang terbakar di Gunung purba dengan ketinggian 2.050 mdpl tersebut mencapai 50 hektar. Sebagian besar lahan yang terbakar adalah padang savana dengan vegetasi rumput ilalang.
- Pada September 2015, Sekitar 231,5 hektare hutan Gunung Sindoro di perbatasan Kabupaten Wonosobo dengan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, hangus terbakar.
- Pada 5 September 2015 kebakaran di Gunung Sumbing telah menghanguskan sekitar 15 hingga 20 hektare semak belukar.
Sesuai dengan teori sebab akibat, dimana sesuatu yang terjadi akan mempunyai dampak atau akibat tertentu, kebakaran juga mempunya dampak yang besar bagi lingkungan. Dampak buruk akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus). Dari dampak tersebut juga secara langsung mempengaruhi keanekaragaman hayati di lingkun tersebut dengan berkurangnya jumlah spesies yang ada.
Selain itu, kebakaran hutan di sekitar gunung ini juga mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan dari masyarakat sendiri. Kebakaran tersebut dapat mengakibatkan kekeringan karena berkurangnya sumber air, keberadaan asapnya yang mengganggu pernafasan manusia. Lalu apa yang bisa kita perbuat? Setidaknya ada tiga tindakan, yaitu pencegahan, penanggulangan, serta tindakan pasca kebakaran. Untuk itu, ayo sama-sama menjaga hutan kita dari serangan kebakaran!
Berdasarkan data International
Union for Conservation of Nature (IUCN) tahun 2008 orangutan di
Sumatera ada 6500 ekor dan data World Wildlife Fund (WWF)
tahun 2008 data orangutan Kalimantan ada 55.000 ekor. Adapun data dari Population Habitat Analysis tahun 2004, populasi
orangutan Kalimantan 57.797 ekor, sementara populasi orangutan Sumatera ada
7.501 ekor. Ancaman terbesar orang
utan jika dirangking maka yang pertama adalah hilangnya habitat, seperti alih
fungsi hutan menjadi perkebunan sawit. Kedua perburuan dan ketiga perdagangan.
Ini mata rantai dari ancaman kepunahan orang utan (Daniek Hendarto, 2015)
Untuk penanggulangan
konflik manusia dan orang utan, karena fokus kegiatannya adalah penyelamatan (rescue)
orang utan, maka di daerah – daerah yang sering terjadi konflik, seperti di
Kalimantan, di bentuk Satuan Tugas Penyelamatan (Rescue). Pembunuhan orang utan
bertentangan dengan undang undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya
Alama Hayati dan Ekosistemnya, proses penegakan tersebut menjadi acuandalam
dilema masalah masyarakat dengan lingkungannya bahwa semakin tegas hakim
memutuskan vonis dalam kasus tersebut maka semakin berkurang kasus pembantaian
orang utan dan secara langsung memberikan kesadaran yang mendalam kepada
masyarakat kan pentingnya perlindungan hewan yang dilindungi. Tetapi
sebaliknya, jika vonis hakim memutuskan putusan yang ringan dan tidak sesuai
dengan undang- undang, bisa jadi pembantaian orang utan akan terus berlanjut
karena vonis tersebut tidak memberikan efek jera dan keadilan bagi masyarakat
yang melihatnya.
Berikan ruang untuk hidup kami…apakah kami tidak berarti bagimu?
Lets
conserve now or it will be gone #save_orangutan
Sabtu, 12 Maret 2016
source : blog.nature.org
Indonesia memiliki salah satu wilayah hutan mangrove luas di dunia. Sekitar 3
juta hektare hutan mangrove tumbuh di sepanjang 95.000 kilometer pesisir Indonesia.
Jumlah ini mewakili 23% dari keseluruhan ekosistem mangrove dunia. Hutan mangrove ditemukan di banyak wilayah Indonesia,
dan ekosistem mangrove regional penting ada di Papua, Kalimantan dan Sumatera
(FAO, 2007). Mangrove Indonesia merupakan
salah satu hutan kaya karbon dunia . Hutan mangrove merupakan hutan
dengan kandungan karbon terpadat di wilayah tropis. Lahan ini menyimpan lebih
dari tiga kali rata-rata karbon per hektar hutan tropis daratan.
Mangrove punya fungsi besar untuk bangsa
Indonesia, selain sebagai penyimpan karbon yang besar mangrove juga memiliki
kemampuan sebagai barrier dari
bencana alam seperti gelombang air maupun angin. Apalagi Indonesia merupakan
negara yang rawan bencana. Penanaman mangrove disepanjang jalur pantai dapat
membantu mengurangi dampak bencana alam yang terjadi, sayangnya ekosistem
mangrove terus menurun akibat deforestasi dan juga kurangnya kesadaran
masyarakat untuk menjaga ekosistem mangrove. Oleh karena itu, sudah waktunya
kita bersama-sama menkonservasi hutan mangrove kita yang sudah semakin rusak
demi kepentingan bersama.
Dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo merupakan kawasan yang memiliki keindahan landscape dan menjadi salah satu destinasi pariwisata. Namun disisi lain ternyata ada permasalahan yang pelan-pelan menggerogoti daerah ini. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya serta tidak diikuti tindakan konservasi tanah dan air, menyebabkan tanah menjadi kritis, sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya alam yang ada. Keadaan seperti ini tidak hanya terjadi di Dataran tinggi Dieng, banyak sekali ditemui diberbagai wilayah di Indonesia, sebagai akademisi marilah kita mulai memperhatikan dan memberikan solusi yang aplikatif!
Kondisi gajah sangat kritis. Populasi menurun jauh, dan sekarang kondisinya tidak membaik. Di Riau saja ada 129 gajah mati tidak wajar akibat racun, konflik dengan warga, dan perburuan untuk gading," kata Sunarto, Tiger and Elephant Specialist, WWF-Indonesia. "Dilihat dari persentase ini kasus pembunuhan gajah yang terbesar di dunia. Karena dari total populasi 2.000, ada 100 kematian, itu pun di Riau saja yang populasi gajahnya sekitar 300." Selain itu praktek perdagangan gading illegal juga menjadi salah satu penyebab penurunan jumlah individu gajah. Gading gajah menjadi incaran beberapa oknum dikarenakan nilainya yang tergolong tinggi. Harga gading gajah saat ini mecapai puluhan juta rupiah per buah. Adapun manfaat gading gajah diantaranya sebagai koleksi, pajangan, dan ada yang dimanfaatkan sebagai obat-obatan banyak gajah juga dibunuh akibat konflik dengan warga. Hal ini diperburuk dengan adanya tren membuka lahan perkebunan di habitat gajah. Kebetulan, yang banyak ditanam di Riau adalah sawit, tanaman yang juga disukai oleh gajah. "Ini adalah resep sempurna untuk terjadinya konflik. Gajah memakan sawit dan petani marah. Padahal tempat itu aslinya merupakan habitat gajah," sambung Sunarto.
Illegal logging
saat ini
telah menjadi masalah serius yang
mengancam kelestarian
lingkungan serta hidup
manusia. Nilai kerugian negara akibat praktik pembalakan liar (illegal logging) ataupun pembabatan
hutan secara legal namun penuh rekayasa suap dan korupsi, telah menyebabkan
kerusakan luar biasa. Tak hanya kerusakan ekosistem hutan yang menopang
kehidupan masyarakat, praktik illegal logging ini juga menyebabkan kerugian negara dalam
jumlah besar.
FAKTANYA!! Lebih dari 3 juta m3 konsumsi
kayu domestika di Indonesia tidak memiliki izin resmi, sekaligus menjadikan
Indonesia sebagai Negara dengan konsumsi kayu illegal tertinggi dibanding
Negara tropis lainnya. System verifikasi legalitas kayu merupakan salah satu
upaya yang saat ini harus digalakkan untuk menekan maupun mencegah lebih
banyaknya praktik illegal logging di
Indonesia untuk menyelamatkan hutan di masa kini demi kehidupan generasi
mendatang.
“illegal logging kills more than just trees” - WWF
Luasan
hutan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin berkurang. Hutan yang seharusnya
dijaga dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek kelestarian
telah mengalami degradasi dan deforestasi. Hal ini dikarenakan pengelolaan dan
pemanfaatan hutan selama ini tidak memperhatikan manfaat yang akan diperoleh
dari keberadaan hutan tersebut, sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi
terganggu. Padahal dalam melakukan pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah
diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun
1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta
beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Kebakaran
hutan menjadi salah satu penyebab utama kerusakan hutan. Belakangan ini
kebakaran hutan semakin menarik perhatian dunia Internasional sebagai isu
lingkungan dan ekonomi, kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi
pembangunan berkelanjutan karena efeknya secara langsung bagi ekosistem. Pada tahun 2015 ini di pulau Sumatera lahan
hutan seluas 10531.31
ha mengalami kebakaran. Kejadian kebakaran hutan tersebut terjadi
berturut-turut dari tahun 2010 hingga 2014 seluas 3500.12 ha, 2612.09 ha,
9606.53 ha, 4918.74 ha, dan 17596.43 ha (Kementrian lingkungan Hidup dan Kebakaran
Hutan, 2015).












